Selasa, 14 Juli 2015

Kasus Mobil Listrik

Kasus ini bermula menjelang  KTT APEC tahun 2013 di Bali. Pada saat itu dilakukan rapat kabinet yang bertujuan untuk mempromosikan kemampuan Indonesia dengan membuat mobil listrik. Dahlan Iskan merupakan Menteri BUMN lalu diberikan tugas untuk menyiapkannya.
Menurut Yusril (pengacara Dahlan Iskan), karena tidak dianggarkan pembiayaannya di APBN maka dicarikan jalan keluarnya yang melalui berbagai rapat diputuskan dengan menghimpun dana dari biaya promosi BUMN yang tertarik. Kemudian ada 3 yang tertarik yaitu: Pertamina, PT Gas Negara, dan Bank Rakyat Indonesia. Ketiganya menyatakan berminat, bukan ditunjuk.
Ketiga BUMN berurusan dengan PT Sarimas Ahmadi Pratama yang dipercayai untuk membuat 16 mobil listrik dengan biaya Rp 32 Miliar. Akan tetapi dari 16 mobil yang dipesan hanya 3 yang selesai. Hal ini yang diduga menyebabkan kerugian negara dan dugaan kasus korupsi.
Dahlan iskan diperiksa sebagai saksi belum sebagai tersangka, kemudian sudah ditetapkan 2 tersangka  yakni Dasep Ahmad dari PT.Sarimas Pratama dan Agus Suherman Dirut Perum Perikanan Indonesia yang juga merupakan mantan Penjabat Bina Lingkungan Kemetrian BUMN yang dituding menyalahi wewenang dengan meminta Pertamina, PGN, dan BRI mengucurkan dana untuk proyek itu senilai Rp. 32 Milyar. Sejauh ini sudah ada 17 saksi yang dimintai keterangan sebelum kasus ini dinaikkan ke tahap penyedikan. Sekarang sudah mulai masuk ke tahap penyelidikan sejak tanggal 5 juni lalu, Jadi sekarang Dahlan Iskan diharapkan bisa melengkapi bukti dan fakta yang kami kumpulkan selama ini” Ujar Prasetyo”
(sumber: www.BBC.com)


Komentar saya mengenai kasus pembiayaan mobil listrik di atas, kasus tersebut terletak pada sumber dana yang diperoleh bukan dari APBN melainkan dari  biaya promosi BUMN yang tertarik dengan pembuatan mobil listrik tersebut. Pendanaan yang diperoleh dari promosi itu tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Kemudian  dilihat dari posisi beliau yang saat itu menjabat sebagi  Menteri BUMN maka hal yang wajar jika beliau melakukan alternatif  tersebut untuk mengoptimalkan biaya yang ada.

Senin, 11 Mei 2015

Tulisan Sumber Dan Penggunaan Modal Kerja



Laporan Perubahan Modal Kerja Sumber Dan Penggunaan Sumber
PT. INDOFOOD SUMBER MAKMUR Tbk
Periode 31 Desember 2011, 2012

Sumber Dan Penngunaan Modal Kerja

31Des 2011
31 Des 2012
Debit
Kredit
Kas
12.961.410
13.049.845
88.435

Piutang
549.590
546.479

3.111
Hutang dagang
1.584.284
2.237.801
653.517

Saham






Sumber
Penggunaan
Deviden                                     1.526.575
Cash Deviden                                    91.546
Kas                                                 88.435
Piutang                                                 3.111
Hutang Dagang                            653.517




Tugas Analisis Ratio


Analisis Ratio Laporan Keuangan PT. INDOFOOD SUMBER MAKMUR Tbk
 Periode 31 Desember 2012

1.      Perhitungan  Menggunakan LIKUIDITAS
a)      Current ratio    = (Aktiva Lancar / hutang lancar) X 100%
= ( Rp  25.473.747   / Rp 12.132.836) x 100 %
= 2.09 %
( Artinya setiap Rp 1 hutang lancar dijamin dengan Rp 2.09 aktiva lancar )
b)      Quick Ratio / Acid Test Ratio
Quick Ratio     = ((Aktiva Lancar – Persediaan) / Hutang lancar)) x 100%
=((Rp25.473.747  – Rp 7.410.620) / 12.132.836)) x 100
= 1,48 %
(Kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban lancar dengan aktiva perusahaan adalah setiapRp 1 hutang lancar dijamin dengan Rp 1.48  aktiva lancar yang likuid atau dalam bentuk uang bukan persediaan barang dagangan ).

c)      Cash Ratio  (Ratio Immediate Solvency)
Cash  ratio  menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendek dengan kas dan surat berharga yang dapat segera diuangkan.

Cash Ratio      = (Aktiva Lancar / Pinjaman Jangka Pendek) x 100%
 = (Rp 12.961.410 / Rp  12.132.836) x 100%  = 1,06%
2. Perhitungan Menggunakan Ratio Solvabilitas
a.       Total Debt to Equity Ratio
Total Debt to Equity Ratio     = (Total Utang / Ekuitas) x 100%
= (Rp 23.774.538 / Rp 33.340.593) x 100
= 0,71%
b.      Total Debt to Asset Ratio
Total Debt to Assets Ratio     = (Total Utang / Total Aktiva) x 100%
= (Rp 23.774.538 / Rp 57.115.131) x 100%
= 0,41%
3. Perhitungan Menggunakan Ratio Rentabilitas
a.       Rasio Laba Usaha dengan Total Aktivitas
Rasio Laba Usaha dengan Total Aktivitas = (Laba Usaha / Total Aktiva) x 100%
= (Rp 5.361.257 / Rp 57.115.131) x 100%
= 0,093%
= 9.3
SetiapRp 1 Total Aktiva , menghasilkan Laba Usaha sebesar Rp 9.3
b.       Perputaran total Aktiva
Perputaran Total Aktiva = ( Penjualan / Total Aktiva) x 100%
= (Rp 37.254.978/ Rp 57.115.131) x 100%
= 0,65%
c.       Gross Margin Ratio
Gross Margin Ratio  = (LabaKotor/ Penjualan) x 100%
= (Rp 10.301.903/ Rp37.254.978) x 100%
= 0,27%
 Perusahaan dapat mencapai laba kotor 0.27% dari penjualannya
d.      Net Margin Ratio
Net Margin Ratio = (Laba Bersih / Penjualan) x 100%
= (Rp 3.845.612/ Rp37.254.978) x 100%
= 0,10%
 Artinya Rp 1 penjualan meenghasilkan Laba bersih sebanyak Rp 1
e.       Operating Margin Ratio
Operating Margin Ratio    = (Laba Usaha / Penjualan) x 100%
= (Rp  5.361.257/ Rp37.254.978) x 100 % 
= 0,14% 
             Artinya Setiap Rp 1 penjualan menghasilkan Rp 1.4

Sabtu, 28 Maret 2015

Analisis Rasio



1.     ANALISIS RASIO 

Analisis Rasio menurut Mahmud M.Hanadie (2005:77) adalah penggabungan antara suatu unsur lainnya dalam laporan keuangan, hubungan antara unsure dinyatakan dalam bentuk matematis yang sederhana.

Analisis rasio merupakan bentuk atau cara umum yang digunakan dalam analisis laporan keuangan dengan kata lain diantara alat-alat analisis yang selalu digunakan untuk mengukur kekuatan atau kelemahan suatu perusahaan di bidang keuangan adalah analisi ratio keuangan ( Financial Ratio Analisis).

Analisis ratio dapat dilakukan dengan dua cara,yaitu :
·         Membandingkan perusahaan satu dengan perusahaan lain
·         Membandingkan perusahaan yang sama dalam periode yang berbeda.

2.    RASIO KERUANGAN

Rasio keuangan adalah perbandingan antara pos satu dengan yang lainya. Pos yang diperbandingkan bisa berasal dari laporan yang sama, misalnya laba terhadap penjualan. Bisa juga rasio merupakan perbandingan antara laporan keuangan, misalnya ROI. ROI adalah perbandingan antara laba (laporan laba-rugi) dan asset (neraca).
Jenis rasio keuangan terdiri dari :

1.      Rasio Aktivitas ( Activity Ratio)

Rasio aktivitas yang mengukur tingkat efektifitas penggunaan asset perusahaan. Rasio ini sering juga disebut rasio perputaran atau turnover. Secara umum semakin tinggi perputaran berarti semakin efektif  tingkat penggunaan asset perusahaan. Rasio perputaran meliputi :
·         Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)
·         Rasio perputaran Piutang Usaha (Account Receivable Turnover)
·         Rasio perputaran Utang Usaha (Account Payable Turnover)
·         Rasio Perputaran Modal Kerja Bersih (Net Work Capital Turnover)
·         Rasio Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Asset Turnover)
·         Rasio Perputaran Total Aktiva (Total Asset Turnover)

2.    Rasio Likuiditas ( Liquiditas Ratio)

Rasio likuiditas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan perusahan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya. Oleh karena itu pos-pos yang di hitung adalah pos neraca pada aktiva lancer dan utang lancar. Rasio likuiditas meliputi :

·         Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar adalah perbandingan anatara aktiva lancar dengan utang lancar. Perhitungan ini bertujuan mengetahui sampai berapa jauh sebenarnya jumlah aktiva lancar perusahaan dapat menjamin utang kepada kreditor jangka pendek.

·         Rasio Cair, Rasio Cepat ( Quick Ratio, Acid Test Ratio)
Sebagian orang merasa bahwa hasil perhitungan rasio lancar yang menghitung seluruh aktiva lancar kurang tajam, karena beberapa pos perlu dikeluarkan dalam perhitungan rasio cepat. Persediaan dianggap pos yang kurang lancar. Rasio ini cukup popular dan sering dipakai dalam analisis likuiditas.

·         Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio ini untuk mengukur  jumlah kas tersedia dibanding dengan utang lancar. Pengertian kas kadang-kadang diperluas dengan setara kas (Cash  equivalent) meliputi surat berharga yang mudah diperjual belikan. Dari tiga rasio likuiditas , maka rasio yang paling jarang digunakan adalah rasio kas karena dianggap terlalu sempit.

3.    Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)

Profitabilitas adalah kemampuan menghasilkan laba. Dalam analisis rasio, kemampuan menghasilkan laba dapat dikaitkan dengan penjualan,asset, atau modal. Pemilihan rasio tergantung dari mana kita kan melihat. Hal ini mudah difahami karena secara sadar perusahaan didirikan untuk mendapat laba. Rasio Profitabilitas terdiri dari :

·         Rasio Laba Kotor Atas Penjualan (Gross Profit Margin on Sales)
Rasio ini mengukur  tingkat profitabilitas produk sebelum dibebani oleh biaya-biaya lain. Rasio ini hanya mengukur laba kotor, tetapi dalam perhitungan sehari-hari sering dilakukan, karena mudah dan praktis.

·         Rasio Laba Usaha Atas Penjualan (Operating Profit Margin on Sales)
Laba usaha(laba operasi) adalah laba dari kegiatan utama perusahaan. Sebagai hasil utama, sudah seharusnya laba ini memberikan hasil lebih besar  dibandingkan laba yang bukan utama. Hal ini tidak berarti pendapatan lain-lain tidak boleh. Pendapatan lain-lain boleh saja, akan tetapi fokus kegiatan usaha terletak pada besarnya laba usaha.

·         Rasio Laba Sebelum Bunga dan Pajak (Margin Before Interst dan Tax on Sales)
EBIT (earning before interst on sales) adalah laba sebelum dibebani bunga dan pajak. EBIT mencerminkan laba perusahaan sebelumnya dipengaruhi oleh struktur modalnya (utang dan ekuitas). Jadi perusahaan dengan utang yang  lebih  besar atau kecil, beban bunganya belum mempunyai dampak pada EBIT.

·         Rasio Laba Sebelum Pajak (Pretax Margin Before Tax on Sales)
EBIT mencerminkan laba setelah  dipengaruhi oleh struktur  modal yang berupa beban bunga, namun  sebelum beban pajak.

·         Rasio Laba Bersih Atas Penjualan (Net Profit Margin on Sales)
Rasio laba bersih terhadap penjualan sangat penting artinya bagi pemilik, beberapa laba yang menjadi haknya. Rasio ini mengukur hasil akhir dari seluruh kegiatan perusahaan. Selisih laba bersih dengan laba usaha dapat mencerminkan berapa beban yang ditanggung perusahaan untuk biaya-biaya nonoperasional.

·         Rasio Tingkat Pengendalian Investasi (Return On Asset, ROA)
Tujuan perhitungan ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh asset yang digunakan dapat menghasilkan laba, dalam hal ini EBIT adalah laba tanpa beban bunga. Dengan demikian rasio ini untuk mengetahui keseluruhan hasil sebelum beban bunga utang dibanding dengan keseluruhan asset.

·         Rasio Laba Bersih Atas Modal (Return on Equity)
Bagi pemilik modal rasio ini lebih penting ketimbang rasio laba bersih terhadap penjualan, untuk mengetahui sampai seberapa jauh hasil yang diperoleh dari penanaman modalnya. Karena yang dibandingkan adalah laba bersih  dengan modal sendiri. Pengertian modal adalah semua moda yang tertanam di perusahaan, termasuk didalamnya saldo laba (laba ditahan). Dengan rasio tersebut , pemilik dapat membandingkan antara hasil diperusahaan satu dengan perusahaan lainnya.

4.   Rasio Solvabilitas (Solvency Ratio)

Rasio solvabilitas adalah rasio antar hubungan utang aset dan resiko. Ada yang perlu dikaitkan antara biaya atas penggunaan aset dengan biaya atas modal (cost of capital). Semakin sedikit utang semakin rendah resiko keuangan(financial risk) dasar pendekatannya adalah neraca atau laba-rugi. Rasio Solvabilitas terdiri dari :

·         RasioTotal Utang Terhadap Total Aktiva (Total Debt to Total Capital Ratio)
Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi resiko kebangkrutan perusahaan. Dalam batas tertentu bank  akan sulit untuk mengabulkan permohonan kredit. Hanya saja setiap bank batasnya berbeda.

·         Rasio Total Utang terhadap Modal (Total Debt to Total Equity Ratio)
Rasio ini merupakan perbandingan antara utang dengan modal. Rasio satu menunjukkan jumlah utang sama dengan modal. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi resiko kebangkrutan perusahaan.

·         Times Interst Earned Ratio
Rasio ini bertujuan untuk mengukur pengaruh beban bunga terhadap laba sebelum bunga  dan pajak. Dengan melihat struktur laporan laba-rugi , mungkin lebih mudah mencari  terlebih dahulu  laba sebelum pajak baru kemudian ditambahkan kembali unsure bunganya.

·         Rasio Harga Pasar Terhadap Nilai Buku (Price To Book Ratio)
Tingginya rasio ini menunjukkan penilaian  atau harapan invertor terhadap perusahaan. Semakin tinggi rasio perusahaan dipandang semakin tinggi mempunyai proaspek yang baik.

·         Rasio Deviden Dibagikan (Devidend Payout Ratio)
EPS hanya mencerminkan kemungkinan menerima deviden. Bagi pemegang sahan penghasilan yang diterima adalah deviden itu sendiri. Karena itu perlu dihitung kaitan antara EPS dan deviden itu sendiri.





Sumber : TOTO PRIHADI, Mudah Memahami Laporan Keuangan