Dampak Teknologi
Informasi Terhadap Dunia Bisnis
Teknologi Informasi adalah suatu
teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses,
mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi
data dalam berbagai cara untuk
menghasilkan informasi yang berkualitas
,yaitu informasi yang relevan, akurat, dan tepat waktu yang digunakan untuk keperluan
pribadi, bisnis, dan pemerintahan serta merupakan informasi yang strategis
untuk pengambilan keputusan.
Teknologi informasi dapat didefinisikan sebagai
perpaduan antara teknologi komputer dan telekomunikasi dengan teknologi lainnya
seperti perangkat keras, perangkat lunak, database, teknologi jaringan, dan
peralatan telekomunikasi lainnya. Selanjutnya, teknologi informasi dipakai
dalam sistem informasi organisasi untuk menyediakan informasi bagi para pemakai
dalam rangka pengambilan keputusan. Ada berbagai macam sistem informasi dengan
menggunakan teknologi informasi yang
muncul, antara lain Electronic Data
Processing Systems, Data Processing Systems (DPS), Decision Support System
(DSS), Management Information System (MIS), Executive Information Systems (EIS), Expert System (ES) dan Accounting
Information System (AIS) (Bodnar, 1998). Saluran komunikasi yang dapat
digunakan untuk berkomunikasi adalah standard telephone lines, coaxial cable,
fiber optics, microwave systems, communications satellites, cellular radio and telephone. Sedangkan konfigurasi jaringan
yang dapat dipakai untuk berkomunikasi adalah Wide Area Network (WAN), Local
Area Network (LAN), dan Client/Server
Configurations (Romney, 2000).
Saat ini penerapan teknologi
informasi sudah banyak diterapkan pada perusahaan perusahaan yang berskala
nasional maupun swasta. Penerapan teknologi dan informasi ini menyebabkan
perubahan dalam kebiasaan atau habit yang baru pada bidang bisnis. Seperti
pemanfaatan E-Commerce sebagai media perdagangan yang menggunakan media
internet yang saat ini tidak sulit untuk dijangkau oleh semua kalangan. Bagi
dunia bisnis, pengaruh ini memberikan kemudahan dan kelancaran dalam melakukan
urusan bisnis meskipun rekan bisnis tersebut berada di negara lain, hal in
ibisa diatasai dengan memanfaatkan video
conference maupun internet call yang bisa digunakan sewaktu waktu
dan tidak memungut biaya sedikit pun. Jejaring seperti ini hadir di semua
industri global. Pengaruh ini tidak hanya berdampak pada usahawan saja yang
memiliki perusahaan, pengaruh teknologi informasi ini juga memberikan dampak
yang besar terhadap para pegawainya. Dewasa ini para pegawai di perusahaan
tidak perlu lagi mengirimkan lembaran kerjanya secara manual dalam bentuk
cetakan kertas, hanya perlu memanfaatkan fasilitas email yang tersedia secara
gratis sudah bisa mengirimkan hasil laporan kerjanya tanpa harus terhalang oleh
waktu dan tempat.
Pengaruh teknologi informasi
secara tidak langsung memberikan solusi yang dapat membantu urusan bisnis
secara ringkas dan tidak perlu lagi memakan biaya yang begitu besar. Seperti
untuk mengadakan rapat, kita saat ini tidak perlu lagi harus mengumpulkan orang
satu per satu, kita bisa memanfaatkan salah satu fitur yang berada pada handset
ponsel pintar untuk melakukan sebuah rapat yang fleksibel harus berada pada
suatu tempat dan juga mengeluarkan biaya yang terhitung tidak sedikit. Semakin
cepatnya perkembangan teknologi informasi saat ini menuntut manusia modern
untuk bertindak dengan cepat pula, apabila kita tidak bisa mengikuti gerak
cepat dari perkembangan teknologi informasi ini, kita bisa saja tertinggal jauh
dibelakang, dan dunia kerja maupun bisnis dewasa ini pun membutuhkan para
pegawai yang bisa menggunakan perangkat hardware
maupun software untuk mendukung segala aktivitas kerjanya.
Perkembangan teknologi informasi
yang semakin canggih dewasa ini merupakan bagian integral dari semua lapangan
bisnis dewasa ini. Tak ada satu pun dunia bisnis yang tidak terpengaru terhadap
pengaruh teknologi informasiyang cepat ini. Mau tidak mau para pelaku bisnis
harus bisa mengikuti laju dari perkembangan teknologi informasi yang serba
cepat ini jika tidak ingin dunia bisnisnya tertinggal jauh dengan para pelaku
bisnis yang lain.
Contoh Kasus: Dampak Penerapan Teknologi Informasi Terhadap Return on Technology
Investment Perusahaan
Merupakan hal yang cukup sulit
dalam menentukan apakah melakukan investasi untuk membangun infrastruktur
teknologi informasi merupakan hal yang tepat atau tidak. Di satu pihak
perusahaan merasa bahwa seperti halnya investasi di bidang lain, harus ada
target ROI (Return On Investment) yang dikenakan pada setiap investasi
terhadap komponen teknologi informasi, perusahaan pesaing lain banyak yang
sudah tidak memikirkan hal ini lagi, alias investasi yang dilakukan sudah
melampaui batas-batas kewajaran (berlebihan). Namun gejala over investment
ini bukan tanpa alasan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar mengingat
banyak sekali advantage dari utilisasi teknologi informasi yang tidak
dapat diukur secara finansial. Remenyi, Arthur Money, dan Alan Twite mencoba
mengilustrasikan benefit tersebut dalam sebuah matriks (Remenyi et al, 1995)
yang dapat digunakan sebagai landasan manajemen dalam pengambilan keputusan.
Masalah investasi di bidang
teknologi informasi merupakan hal yang cukup signifikan bagi para manajemen
senior perusahaan. Di satu sisi mereka sadar bahwa sudah saatnya (kalau tidak
memang karena sudah terlambat) mereka harus memiliki suatu teknologi informasi
yang dapat menunjang bisnis mereka, sementara di lain pihak mereka harus
mengeluarkan biaya yang relatif cukup besar untuk dapat merancang dan
mengimplementasikan teknologi informasi yang dibutuhkan. Tanpa memiliki
teknologi informasi yang cukup canggih, sulit di alam kompetisi global ini
untuk dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar dari manca negara yang
mulai banyak mengembangkan usahanya di tanah air. Namun salah
mengidentifikasikan kebutuhan teknologi pun akan menjadi bumerang bagi
organisasi yang bersangkutan. Jika dalam organisasi non-profit jenis
teknologi yang cocok adalah yang tepat guna, dalam perusahaan, besarnya
investasi di bidang teknologi informasi yang feasible ditentukan melalui
suatu analisa biaya dan manfaat (cost-benefit analysis).
Menghitung biaya investasi yang
diperlukan di muka, dan biaya operasional yang secara periodik harus dikeluarkan
per bulannya, cukup mudah untuk dilakukan. Namun terkadang para praktisi
teknologi informasi maupun manajemen perusahaan sulit meyakinkan pelaku
investasi akan besarnya manfaat (benefit) yang akan diperoleh melalui
investasi di bidang teknologi informasi, karena tidak semua jenis manfaat dapat
dengan mudah dirupiahkan. Remenyi (Remenyi et.al., 1995) membagi manfaat dari
utilisasi teknologi informasi menjadi dua macam, yang bersifat tangible
dan intangible.
Manfaat tangible adalah
yang secara langsung berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan, baik
berupa pengurangan atau penghematan biaya (cost) maupun peningkatan
pendapatan (revenue). Sebagai contoh, jika pada mulanya perusahaan harus
mempekerjakan beberapa karyawan yang secara khusus bertugas mempersiapkan
laporan-laporan rekapitulasi keuangan, dengan diimplementasikannya aplikasi Datawarehousing
perusahaan yang bersangkutan tidak perlu lagi harus merekrut karyawan-karyawan
baru yang harus digaji per bulannya.
Namun pada kenyataannya, tidak
semua jenis manfaat tangible dapat dinyatakan dalam besaran angka atau
kuantitatif. Contoh yang paling populer adalah dengan dikembangkannya Office
Automation System, sebuah perusahaan merasa kinerjanya menjadi lebih
efisien dan cost effective. Namun besarnya efisiensi dan efektivitas
sangat sulit dikuantitatifkan dalam rupiah. Hal ini dikarenakan pemakaiannya di
dalam sebuah perusahaan bersifat sistemik, dalam arti kata menyebar di seluruh
proses inti dan aktivitas penunjang yang ada sehingga sangat sulit untuk
menentukan proporsi nilai investasi terhadap sebuah rangkaian proses tertentu
atau sub-sistem tertentu yang ingin dihitung produktivitasnya.
Di sisi lain, manfaat intangible
didefinisikan sebagai manfaat positif yang diperoleh oleh perusahaan sehubungan
dengan pemanfaatan teknologi informasi, namun tidak memiliki korelasi secara
langsung dengan profitabilitas perusahaan. Seperti halnya manfaat tangible
manfaat intangible dapat dibagi menjadi dua bagian, yang quantifiable
dan yang unquantifiable.
David Silk menawarkan
langkah-langkah untuk membantu manajemen dalam mengukur manfaat intangible
tersebut (Silk, 1990). Adapun pendekatan tersebut terdiri dari enam langkah
utama:
1.
Mencoba untuk menkonseptualisasikan dampak atau manfaat yang kira-kira akan
diperoleh perusahaan dengan diimplementasikannya sistem baru
2. Melihat perubahan langsung apa
yang kira-kira akan terjadi terkait dengan manfaat yang telah didefinisikan
pada langkah sebelumnya.
3. Menentukan jenis indikator
ukuran apa yang dapat dipergunakan untuk merepresentasikan masing-masing
perubahan tadi.
4. Memperkirakan kuantitas
perubahan yang terjadi terhadap masing-masing indikator ukuran yang ada jika
sistem baru diimplementasikan.
5. Mentransformasikan perubahan
kuantitas indikator tersebut ke dalam satuan finansial terkait dengan hal
tersebut.
6. Menggunakan total hasil
perhitungan di atas sebagai jumlah manfaat yang diberikan sistem teknologi
informasi kepada perusahaan. Selanjutnya barulah berdasarkan karakteristiknya,
pergunakanlah metode pengukuran cost-benefit seperti ROI, IRR, NPV.
Cara termudah menormalkan
pengukuran produktivitas secara menyeluruh adalah dengan menggunakan pendapatan
per karyawan sebagai alat ukur utamanya. Dengan membagi pendapatan per karyawan
dengan beban gaji per karyawan akan menghasilkan suatu rasio tertentu. Rasio
merupakan nilai rata-rata, “Rasio Produktivitas” untuk perusahaan secara
menyeluruh. Produktivitas merupakan fakta empiris yang mudah dihitung. Namun
demikian, masing-masing perusahaan memiliki alat ukur yang berbeda-beda dalam
menilai rasio produktivitas karyawannya. Sebagai contoh, Perusahaan asuransi
misalnya, cenderung menilai rasio produktivitas karyawannya sangat tinggi,
sedang perusahaan jasa sebaliknya. Namun, rasio yang tinggi tidak selalu
menunjukkan indikator “kebagusan”, melainkan lebih sebagai pembanding yang
dapat digunakan sebagai tolok ukur. Karenanya, membandingkan antar industri
kurang begitu penting, karena masing-masing industri menggunakan faktor-faktor
ekonomi, model bisnis dan nilai kompetitif yang berbeda-beda.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar